Mendewasakan Anak



Dalam majelis Rasulullah, anak kecil mendapatkan perlakuan yang sangat agung. Mereka mempunyai hak yang dijaga dan dilindungi kehormatannya, tidak disudutkan dengan cara-cara, misalnya, “Lho, katanya mau jadi anak yang shaleh? Kalau mau jadi anak yang shaleh ya harus mau mengalah. Kalau mengalah nanti disayang Tuhan.”

Melalui cara ini kepribadian anak  justru tumbuh dengan baik. Ketika hak-haknya dijaga dan dihormati, ia menemukan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan akhlak yang utama dan memperoleh rasa aman untuk mengembangkan kapasitas diri seluas-luasnya. Betapapun hebatnya potensi seseorang, apalagi kalau ia masih kecil, ia tidak akan bisa tumbuh dan berkembang secara optimal kalau ia tidak mempunyai citra diri yang baik, rasa aman, percaya diri (bukan percaya deodorant kayak yang dikembangkan oleh iklan Rexona) dan prasangka terhadap diri sendiri yang baik. Ini terangkum dalam konsep iffah, izzah, dan syaja’ah.

ALHAMDULILLAH, makalah ini pun belum selesai. Masih banyak hal yang perlu kita bicarakan. Mudah-mudahan dalam diskusi di Tuban nanti, kita bisa membicarakan masalah mendidik anak secara lebih luas.
Ada hal-hal yang bisa kita bahas, misalnya bagaimana kita seharusnya berbicara sesuai dengan kemampuan anak. Ini sering dipahami secara keliru, sehingga sebagian orangtua dan terutama ustadz/ustadzah di TPA/TPQ berbicara dengan dialek yang lebih anak-anak dibanding anak-anak sendiri. Berbicara sesuai dengan kemampuan anak, bukan dialek anak.

Masalah lain yang barangkali perlu kita bicarakan juga adalah prioritas untuk membantu anak membentuk konsep diri dan konsep tentang tujuan hidup, daripada perhatian kepada pemberian keterampilan-keterampilan kognitif secara terpisah. Misalnya berhitung, menghafal dan lain-lain.


.

Komentar

Postingan Populer