Karena Aku Sering Numpang Mobilmu (Merenung Sampai Mati - Prie GS)

Karena sering numpang mobil teman, tulisan ini akhirnya diturunkan. Temanku itu bermacam-macam tapi seperti seragam dalam satu keadaan. Ada yang kelas atas, menengah dan bawah, ada yang bermobil tua dan payah ada pula yang mewah, tapi hampir semuanya tanpa tong sampah. "Terus di mana kotoran ini harus aku buang," tanyaku. "Lewat jendela," jawabmu sekenanya.
 

Ini bukan soal tradisi buang sampah sembarangan yang memang sudah termashur di Indonesia. Ini lebih menyangkut soal kelakuan kita yang membuat kenapa kerusakan tatanan di hampir semua lini itu terjadi. Penyakit boleh menyebar menjadi bemacam-macam versi, tapi sumbernya ternyata satu saja: diri sendiri.

Prioritas kita terhadap diri sendiri ternyata masih luar biasa. Konsep membersihkan diri tanpa peduli kebersihan tetangga adalah hal yang biasa. Menjaga kebersihan mobil sendiri sambil membuang limbahnya ke mana saja, karenanya juga hal yang biasa. Akibatnya, yang bersih dan yang kotor, yang lebih dan yang kurang, di negeri ini memang bisa berdampingan dengan sangat kontrasnya.

Sanggup mengotori tanpa sanggup membersihkan adalah hobi kita. Itulah kenapa WC umum selalu jorok keadaannya, bus kota selalu cepat bobroknya dan kendaraan-kendaran iventaris selalu tak terurus kedaannya. Apalagi yang bisa diharap dari masyarakat yang hanya bisa memakai tanpa mau merawat, hanya mau enak tapi enggan menanggung risikonya, hanya bisa mementingkan diri sambil mengabaikan kepentingan sekitarnya.

Masyarakat seperti ini pasti akan merosot mutunya. Jika membentuk kesebelasan sepak bola pasti akan menjadi kesebalasan yang lemah. Yang kuat cuma suporternya. Dan ini juga cuma bukti baru betapa lemahnya kekuatan yang kita punya itu karena ia hanya berupa kekuatan untuk berbuat onar dan membuat kerusakan.

Dalam masyarakat yang egois semacam ini tak akan ada bentuk organisasi yang kuat, tak akan ada perencanan yang utuh dan tak ada orientasi yang terfokus. Jika kita membanagun sebuah kota, maka kota itu akan begitu ruwet dan penuh tabrakan kepentingan. Akan ada trotoar bukan untuk pejalan kaki tapi untuk bedagang dan malah menjadi lahan strategis untuk mendirikan posko partai. Akan ada jembatan penyebarangn bukan untuk menyeberang tapi untuk pangkalan pengemisdan penodong.

Jika kita adalah pengendara motor, maka ngebut di kegelapan tanpa lampu adalah kewajaran. Bikin kaget orang malah kalau perlu tabrakan lalu mati bersama bukanlah kejahatan. Maka juga bisa dimengerti, jika banyak pemilik mobil dan motor di Indonesia yang mengganti knalpot aslinya dengan knalpot baru yang lebih pekak, lebih bikin hiruk pikuk sekitarnya.

Jadi, membahagiakan diri sendiri sambil bikin budek kuping tetangga memang tujuan kita. Jika kita sopir angkutan maka membuat penumpang ketakutan adalah kebanggaan. "Bayangkan, dari kota A ke B saya haya menempuhnya dalam dua jam. Tancap terus. Penumpang di bagian depan malah sampai harus mengangkat kakinya hahaha…," kata kita gembira.

Jika kita anggota partai, maka dipakailah partai itu sebagai tak ubahnya perusahaan. "Prospeknya cerah," batin kita. Dengan mengatas namakan tegaknya kebenaran dan keadilan kita pun meneriakaan slogan. Sementara yag sebenarnya terjadi, kita ini tak lebih sedang mencari makan.

-------------------------
Informasi, saran, kritik, Hubungi segera : 

WA: 0811 3010 123

sms:08113010123?body=halo
Telp/SMS : 0811 3010 123

*tombol hanya berfungsi jika anda mengakses web ini via Smartphone



Komentar

Postingan Populer