Menggeser Definisi (Merenung Sampai Mati - Pri GS)

Seorang teman yang memberi saya bunga hias dalam pot ini ternyata juga memberi saya lebih dari sekadar bunga, yang ketika sedang musim, konon harganya mahal sekali cuma untuk ukuran bunga. Terpenting dari itu semua, ia memberi saya sebua definisi. Tepatnya, cara mengeser definisi. Karena dari cara kita membuat definisi atas segala sesuatu, amat menentukan mutu kita dalam menjalani segala sesuatu.


Semua bermula dari anggapan bahwa bunga dalam pot itu mahal harganya. Merasa mendapat barang mahal, maka gugup juga hati ini. Bukan cuam karena kerepotan mengurusnya, tetapi juga karena kerepotan menjaga keamanannya. Repot mengurus karena bunga ini harus cukup panas matahari, sehingga mutlak harus bertempat di luar rumah. Repot menjaga karena jika di luar, ia rawan lenyap oleh pencuri. "Yang namanya kecurian, saya sudah berkali-kali,'' kata si teman ini meyakinkan, betapa karena mahalnya, bunga ini memang menjadi incaran pencuri.

Belum bunga ini saya terima, kerepotannya sudah membayang di depan mata. Bayangkan jika setiap hari harus menjerang bunga ini di panas matahri dan di malam hari ia harus diungsikan ke dalam rumah lagi. Betapa melelahkan mengurusnya. Mengurus anak saja rasanya tidak serepot ini.

Hampir saja saya menolak pemberian yang berat syarat ini. ''Lho berat bagaimana. Taruh saja bunga ini terus di tempatnya, asal ia cukup sinar matahari,'' kata sang teman ini sambil tertawa. Tapi bukankah langkah ini cuma akan menjadi garapan pencuri? Tanya saya segera.

Oo, teman saya yang agaknya telah kenyang kecurian ini ternyata lelah juga memindah bunga-bunganya. Akhirnya ia membiarkan bunga-bunga itu tetap di tempatnya dan soal risiko kecurian itu tak lagi menganggu pikirannya. Darimana ia memperoleh ketenangan ini, apakah akibat putus asa? Tidak. Melainkan semenjak ia mengganti definisi tentang aryi kata kecurian itu. Menurutnya, yang namanya mencuri itu sekadar memindahkan barang, tetapi barang itu sendiri tidak hilang. ''Cuma berpindah tempat,'' katanya.

Jadi sejak saat itu, ia tidak menganggap bunganya yang dicuri itu sebagai hilang, melainkan sekadar berpindah tempat. Dan efeknya, risiko kecurian bukan lagi soal yang membuatnya tegang. Dari perubahan satu definisi, perubahn yang lain segera mengiktui. Misalnya ia mulai merasa aneh melihat ada orang yang memagari rumahnya sepeti penjara saja layaknya. Sudah tinggi, dilapisi kawat berduri, di tanam pecahan kaca dan kalau perlu dialiri strum segala.

Tetapi seluruh upaya pengamanan seperti ini ternyata cuma menjadi pekerjaan yang sia-sia belaka. Pencuri yang ditakuti itu tidak pernah masuk ke rumahnya, perampok juga tidak. Ia aman-aman saja dari risiko yang amat dicemaskannya. Bahaya itu ternyata tidak datang dengan cara melompat pintu gerbang, menerobos kawat berduri dan melewati pagar beraliran strum listrik. Bahaya itu ternyata malah datang dari arah yang tak disangka-sangka yakni dari kelakuannya sendiri.

Di kantor, orang ini ini ternyata sedang diduga korupsi. Dari duit itulah ia dicurigai memegahkan rumahnya yang berlilit kawat berduri itu. Rumah yang ia sangka aman, tetapi tidak sanggup mengamankannya itu. Sementara rumahnya begitu megah, ia malah harus tinggal di pengapnya kamar tahahan.

Orang ini, jika mau sejak awal mengeser definisinya tentang rasa aman, barangkali tak akan bernasib seperti ini. Keamanan itu ternyata amat tergantung pada kelakuan. Jadi kualitas kita dalam membuat definisi, ternyata amat menentukan mutu hidup di kelak kemudian hari.

-------------------------
Informasi, saran, kritik, Hubungi segera : 

WA: 0811 3010 123

sms:08113010123?body=halo
Telp/SMS : 0811 3010 123

*tombol hanya berfungsi jika anda mengakses web ini via Smartphone

Komentar

Postingan Populer