Bapak Berkaos Singlet (Merenung Sampai Mati - Pri GS)

Pagi, saat mengantar anak sekolah, adalah saat yang penuh dengan tawa. Bukan cuma karena geli melihat istri yang selalu berantem dengan anak-anak karena perbedaan persepsi di kepala mereka. Sementara si anak tak pernah tahu artinya buru-buru, si ibu tak pernah tahu artinya santai. Bagi anak, tak ada rumus terlambat ke sekolah. Meksipun jam sudah mepet, anak ini malah bisa sibuk mencari baterai mainanya yang hilang, tangan robotnya yang patah atau ban mobil mainnya yang terlepas.



Jadi, soal yang amat penting bagi anak, adalah soal yang amat tidak penting bagi ibu. Karena nyatanya selalu saja ada perlengkapan anak yang kurang, di mana dasinya, di mana tas dan astagaa... malah ada pula pekerjaan rumah yang lupa dikerjakan!

Sementara kepala ibu menguap karena kemarahan, si anak pilih meraung-raung meratapi tangan robotnya yang benar-benar hilang. Jadi antara yang marah dan yang dimarahi tidak nyambung. Dan pagi hari, ketidak nyambungan seperti ini adalah sarapan pagi kami.

Ketika kami sampai ke jalan raya, kelucuan itu malah menjadi-jadi. Kami melihat banyak sekali anak-anak sekolah bermotor tanpa helm dengan kecepatan tinggi. Pemandangan ini menarik, karena begitu banyak ternyata para orang tua yang membelikan motor hanya untuk membunuh anak-anaknya sendiri. Mereka membiarkan anak-anaknya ngebut sedemikian rupa tanpa menyayangi kepalanya sendiri. Jika terhadap kepala sendiri saja tidak menghargai, anak-anak semacam itu pasti juga sulit untuk diminta menghargai nyawa orang lain.

Jadi dari ngebut tanpa helm itu menandakan, bahwa pelajaran bunuh diri dan membunuh orang lain memang justru bisa dimulai dari rumah. Malah tren itu sekarang makin menjadi-jadi: pengendara motor itu makin lama makin mengecil. Jika semula SMU sekarang mulai ke SLTP dan SD. Dan anak-anak ini tampak lebih menikmati keenakannya semata katimbang menimbang risikonya. Adakah anak sekecil itu sudah sanggup berurusan pada polisi, sudah sanggup bertanggung jawab jika menabrak orang hingga mati? Jadi, ada orang tua menyayangi dengan cara membuatnya celaka.

Tapi anak-anak ini juga tidak sendirian. Karena di jalan raya yang sama, kami juga bisa melihat ada orang tua yang bermotor tidak cuma tanpa helm, melainkan cuma dengan kaos singlet. Pemandangan ini sungguh memiliki kandungan humor yang luar biasa karena aksi ini menjadi tumpukan watak salah sangka. Orang ini pasti menyangka bermotor dengan bersinglet ini gaya, padahal yang terjadi tak lebih dari kenekatan belaka. Kenapa? Karena singlet ini dipilih, biasanya karena dua alasan: pertama karena si bapak ini merasa gede badannya, dan kedua, karena biasanya untuk pamer tato di lengannya.

Dua hal inilah yang sebetulnya menggelikan. Karena segede-gedenya otot, ia tidak pernah bisa menang melawan angin. Jika kebiasaan ini diteruskan dalam jangka waktu yang lama, pastilah bapak berbadan gede ini akan gampang masuk angin dan rawan terserang banyak penyakit. Membiarkan diri digerogoti penyakit tentu sebuah perbuatan bodoh. Anak-anak pasti juga tidak bangga memiliki bapak bertubuh gede padahal penyakitan diam-diam.

Terus, jika singlet itu dipilih untuk menunjukkan tato di lengannya, pemandangan seperti itu juga salah jurusan. Tato sebagai seni, bisa saja. Tapi ajang pamerannya tentu bukan di jalan raya, di pagi hari sambil mengantarkan anak sekolah seperti ini. Tapi kalau tato itu tidak ia perlakukan sebagi seni, tapi sekadar untuk menakuti-nakuti orang, tujuan ini justru lebih menggelikan lagi.

Sekarang ini banyak pihak bertato yang telah ramai-ramai mengubur tatonya dengan segala yang cara. Ada yang sekadar ditutupi, dan ada pula yang harus disterika segala. Para pemakai tato untuk gagah-gagahan itu biasanya malah pihak yang sering dimuat di koran-koran kriminal sebagai korban bacok salah sasaran atau kriminal yang menjadi objek amuk massa. Jadi, anak-anak tentu tidak berbangga hati jika bapaknya cuma disamakan kelasnya dengan orang-orang yang wajahnya menghiasi koran dan televisi sebagai kriminal kambuhan.

Maka, saat pagi mengantar anak-anak sekolah, jalan raya yang padat itu, selain membawa kemacetan juga membawa kegembiraan karena humor di dalamnya.

-------------------------
Informasi, saran, kritik, Hubungi segera : 

WA: 0811 3010 123

sms:08113010123?body=halo
Telp/SMS : 0811 3010 123

*tombol hanya berfungsi jika anda mengakses web ini via Smartphone

Komentar

Postingan Populer