Karena Aku Kebal... (Merenung Sampai Mati - Prie GS)

Aku anak seorang diplomat Aku punya kekebalan diplomatik
Aku menjual heroin
Maka:
Karena aku anak diplomat dan memiliki kekebalan diplomatik, maka aku berjualan heroin.

 
Kita mengenal penarikan kesimpulan dengan gaya seperti di atas dengan sebutan silogisme. Pelajaran matematika di sekolah sering mengajarkan hal itu pada kita. Pelajaran ini pula yang muncul ketika kita membaca berita tentang ditangkapnya seorang anak diplomat Indonesia yang kedapatan memiliki heroin dalam jumlah yang sudah layak disebut sebagai bandar. Apakah ia terkena hukuman? Tidak, kasusnya ditutup. "Karena punya kekebalan diplomatik," begitu argumentasinya.

Penarikan kesimpulan gaya silogisme di atas bisa saja keliru. Tapi kasus heroin itu, jika berita media tersebut benar, membuktikan kepada kita, bahwa sesuatu yang keliru pun bisa dan boleh terjadi. Karenanya gaya berpikir yang keliru pun bisa terjadi, hak-hak yang digunakan secara keliru juga bisa terjadi, dan akibatnya penarikan kesimpulan yang keliru pun boleh saja terjadi. Bunyi kesimpulan itu bisa ditulis: hak-hak diplomatik itu ternyata hanya untuk berjualan heroin.

Kasus itu juga mengingatkan kita tentang betapa luar negeri tidak lagi selalu identik dengan mutu, tapi juga bisa soal sekadar konsumsi, soal gengsi biasa. Artinya, menyekelohkan anak ke luar negeri tidak selalu untuk mengejar mutu, tapi sekadar untuk menyalurkan naluri konsumtif semata. Karena aku punya duit, apalagi duit ini kuperoleh dengan gampang, apalagi kalau cuma dengan korupsi, maka aku merasa gampang pula memboros-boroskan.

Begini caraku mencari, begini pula caraku menghabiskan. Meski pun aku nebeng dengan berbagai atribut yang tampaknya mulia seperti menyekolahkan anak, membangun tempat ibadah, menyantuni anak yatim, tapi pada dasarnya kegiatan itu tetap tak lebih dari tindakan penghambur-hamburkan uang semata.

Mutu seseorang, ternyata tidak terletak pada lokasi tempat ia berada, tapi terletak pada tingkat kejujuran proses hidupnya. Karena ada yang bersekolah ke luar negeri bukan menjadi tambah baik tapi malah menjadi tambah rusak. Karena ada yang tidak pernah ke luar negeri tapi mutunnya baik-baik saja. Proses hidup yang salah, akan membuat niat hidup juga salah.

Niat yang salah juga kan memunculkan akibat yang salah. Dan niat ini ternyata tak bisa ditipu. Maka di manapun berada, orang salah niat ini juga akan terus dikuntit hasil-hasil yang yang salah. Malah makin jauh ia pergi, kesalahan itu bisa makin menjadi-jadi. Derajatnya malah bisa mempermalukan bangsa dan negara.

Orang-orang yang terlihat lebih bermutu sepulang dari luar negeri itu, bukan karena mereka dimutukan oleh luar negeri, tapi karena pada dasarnya mereka adalah orang-orang bermutu. Luar negeri hanya pelengkap, penyempurna mutu mereka. Tapi bahwa mereka adalah orang baik, jujur dan berkepribadian, sudah teruji bahkan di tingkat kampungnya sendiri.

Orang-orang yang mengalami kerusakan di luar negeri itu juga bukan karena luar negeri yang merusak mereka, tapi karena mereka sendirlah yang membawa kerusakan itu ke manapun mereka pergi. Jadi luar negeri hanya melapangkan jalan, mematangkan dan menyempurnakan kerusakannya. Jadi jangan biarkan lokasi menipu kita.

-------------------------
Informasi, saran, kritik, Hubungi segera : 

WA: 0811 3010 123

sms:08113010123?body=halo
Telp/SMS : 0811 3010 123

*tombol hanya berfungsi jika anda mengakses web ini via Smartphone

Komentar

Postingan Populer