Cinta Membawa Pingsan (Merenung Sampai Mati - Pri GS)

ADA Apa dengan Cinta? Ada antrean panjang ketika film ini diputar. Ada ABG pingsan karena berdesakan. Terdapat setidaknya empat hal untuk menjelaskan soal ini.


Pertama, sebut saja siklus periodik. Secara periodik, sebuah siklus akan mengalami semacam titik puncak. Periode siklus ini bisa panjang bisa pendek, tergantung mutu masyarakat yang bersangkutan. Di Hollywood, siklus itu demikian pendek. Belum rampung Home Alone membuat sejarah, menyusul Jurassic Park, menyusul lagi Titanic menyusul lagi Harry Potter. Di sebuah kebudayaan yang baik arsip sejarah begitu cepat penuh karena banyak pembuat sejarah bekerja secara produktif.

Di Indonesia, sejarah itu memang berjalan sempoyongan. Periode siklus itu juga berjalan lamban, penuh ketidak pastian. Tapi sejarang apapun kita membuat sejarah, selalu ada saja sejarah yang lahir, betapapun kecilnya.

Di balik banjir komedi slapstik yang bangga terhadap kekonyolan, setidaknya pernah lahir film Naga Bonar, film Kejarlah Daku Kau Kutangkap. Di tengah apatisme yang parah terhadap film nasional, sempat pula lahir Tjut Nya Dien, film yang membuktikan bahwa tak sepenuhnya dunia film kita diisi oleh para tengkulak. Di tengah industri musik anak-anak yang gaduh, nyelip juga figur Sherina yang reflektif. Sebangkrut apapun kebudayaan kita, selalu lahir sesuatu yang menghibur kita. Cuma, hiburan itu memang sering kita tunggu begitu lama.

Kedua, adalah bukti bahwa hukum kausalitas masih berjalan secara konsisten. Siapa bersungguh-sungguh akan mendapat imbalan sesuai kesungguhannya. Mira Lesmana adalah orang yang bersungguh-sungguh itu. Ia berani melawan keterbatasan dengan caranya sendiri. Menyiapkan film sendiri, membiayai sendiri, menjual sendiri, menyiapkan riset, menyebar
kuisener, menentukan gagasan dan memilih parnter. Semua adalah rangkaian keputusan yang berani dan tak biasa.

Ketiga, betapa teori efek domino memang sanggup menimbulkan sensasi luar biasa. Anak-anak yang ngebet nonton film Sherina, para ABG yang bikin pecah kaca jendela sampai harus pingsan segala itu, kita yang sering pensaran atas sesuatu, adalah sebagian korban efek ini. Kita menonton sesuatu bukan semata-mata karena mutu sesuatu itu, tapi juga karena dorongan psikologis sekitarnya, karena sesuatu itu tengah menjadi objek aktualitas bersama.

Kita menonton sesautu bukan cuma untuk memenuhi hasrat artistik semata, tapi juga demi hasrat aktualitas kita. Bahwa aku sudah nonoton film ini maka aku sudah sejajar dengan yang lainnya. Kebutuhan untuk sejajar sungguh kebutuhan yang serius. Karenanya film itu cuma jembatan, cuma media agar aku merasa satu kelompok, merasa in group. Menjadi orang
yang tidak aktual dan dianggap tertinggal, adalah kenyataan yang menakutkan. Maka meski aku harus berdesakan dan pingsan, jalan itu akan kutempuh juga.

Mira Lesmana dengan film-filmnya, baik Petualangan Sherina maupuan Ada Apa dengan Cinta memiliki efek domino itu. Beruntung pula efek itu berjalan ke arah semestinya. Karena ada juga, pemilik efek serupa, tapi berjalan ke arah sebaliknya. Film-film Garin Nugroho adalah contoh terbaik kasus ini. Tak peduli sebaik apapun film Garin, telah muncul anggapan bahwa film itu cuma cocok untuk para Juri Festival, bukan untuk penonton. Maka cerita tentang koleksi
piala Garin, jauh lebih banyak katimbang koleksi penontonnya.

Efek domino itu sesungguhnya adalah efek yang tidak adil. Karena ia bisa mendorong orang untuk membuat keputusan cuma berdasar gosip, dugaan dan prasangka. Ada film baik yang digosipkan buruk hingga sepi penonton. Ada film biasa tapi melimpah penontonnya karena luar biasa gosipnya.

Soal kenapa efek domino itu masih sering menimpa kita, semua sangat tergantung pada potret kita sebagai masyarakat yang melahirkan faktor keempat dalam tulisan ini, yakni masyarakat penggemar mitos. Maka cita rasa kita atas sebuah film pun masih bisa serupa dengan cita rasa terhadap cerita klenik. Jika dikabarkan ada burung tetangga bisa berubah menjafi ular, berbondong-bondong kita mendatanginya. Tak pedului apakah kabar itu adalah kebenaran atau sekadar klenik murahan, semua soal belakangan. Pokoknya hasrat menonton ini harus dipuaskan walau pada akhirnya kita bisa berkata: "Apa sih istimewanya! Tiwas berdesakan!".

-------------------------
Informasi, saran, kritik, Hubungi segera : 

WA: 0811 3010 123

sms:08113010123?body=halo
Telp/SMS : 0811 3010 123

*tombol hanya berfungsi jika anda mengakses web ini via Smartphone

Komentar

Postingan Populer