39% Sampah di Indonesia adalah Sisa Makanan (bag.2)
Sampah sisa makanan juga menyumbang persoalan lingkungan yang serius. Ketika dibuang ke TPA dan membusuk tanpa pengelolaan yang tepat, sampah organik menghasilkan gas metana.
Gas ini dikenal sebagai salah satu gas rumah kaca yang daya rusaknya terhadap iklim jauh lebih kuat dibanding karbon dioksida.
Jadi, setiap nasi yang kita buang, setiap lauk yang tak habis, diam-diam ikut menyumbang krisis iklim.
Piring tampak cantik, tapi di balik itu, sisa makanan menumpuk dan akhirnya berakhir di tempat sampah.
Ironisnya, banyak orang masih menganggap sampah sisa makanan itu "aman" karena bisa terurai.
Padahal, tanpa pengolahan yang benar, proses penguraiannya justru menimbulkan bau, lindi, dan emisi gas berbahaya.
TPA yang seharusnya menjadi solusi, sering kali berubah menjadi sumber masalah baru karena volume sampah organik yang terlalu besar.
Jika ditarik lebih jauh, persoalan ini juga berkaitan dengan ketahanan pangan. Bayangkan jika sebagian dari 39% sampah sisa makanan itu bisa ditekan.
Setiap nasi yang kita buang, setiap lauk yang tak habis, diam-diam ikut menyumbang krisis iklim.
Berapa banyak beras yang bisa dihemat?
Berapa banyak energi, air, dan tenaga yang tidak perlu terbuang sia-sia dalam proses produksi makanan?
Dari sawah, laut, hingga dapur, semua rantai itu bekerja keras sebelum makanan sampai ke piring kita.

Komentar